A. Latar Belakang
Eksistensi Yayasan Forum Lintas Agama (FLA) Jawa Timur dilahirkan dari konstruksi sosial-budaya-keagamaan yang cukup panjang. Walaupun secara de jure, usia Yayasan FLA Jawa Timur memang relatif muda (2001), Tetapi secara de facto, Yayasan FLA telah ada cukup lama. Tepatnya pasca tragedi Situbondo (1996).
Pada saat itu terjadi konflik horisontal antar umat beragama yaitu Islam dan Kristen. Dalam tragedi itu tercatat setidaknya 8 gereja terbakar, dan seorang pendeta beserta keluarganya meninggal dunia setelah sekelompok massa membakar tempat tinggalnya. Dipicu dari konflik tersebut, maka dengan cepat konflik merembet ke berbagai daerah di sekitarnya.
Tragedi kemanusiaan itu menjadi dasar dan inisiatif berkumpulnya beberapa tokoh agama untuk menyelesaikanya. Pertemuan ‘mencari jalan keluar’ yang diprakarsai oleh Ketua PWNU Jawa Timur, KH Hasyim Muzadi (Saat ini Ketua PBNU) tersebut dihadiri oleh tokoh-tokoh agama dari GKJW, GKI, Keuskupan Surabaya, Hindu dan masih banyak lagi. Berkat kerjasama berbagai pihak beberapa saat kemudian konflik tersebut mereda.
Secara tidak langsung konflik Situbondo tersebut membawa hikmah tersendiri bagi bertemunya berbagai tokoh agama sekaligus menjadi embrio lahirnya Yayasan Forum Lintas Agama Jawa Timur (YFLA).
B. Lahirnya Yayasan FLA Jawa Timur
Mengapa akhirnya Forum Dialog ini dilembagakan?. Diantara alasan-alasan mendasar kebutuhan pelembagaan, adalah:
Pertama, secara umum, para tokoh agama di Jawa Timur telah berhasil mengembangkan budaya dialog agama-agama yang belum pernah ada sebelumnya. Model forum-dialog yang telah berjalan memang telah relatif mapan. Namun, budaya dialog agama-agama seharusnya tidak hanya terbatas pada tingkat elite saja. Justru, yang lebih penting adalah, bagaimana mentransformasikan budaya dialog ini di tingkat akar rumput. Sebab, dalam banyak kasus, konflik politik sering kali muncul dengan menggunakan sentimen agama. Ujung-ujungnya, sebagai trigger-of-nya adalah kelompok grass-root tadi. Untuk ini diperlukan kelembagaan dan tim yang kuat.
Kedua, Persoalan kesenjangan sosial, ekonomi, budaya, politik dan lainnya, tidak cukup hanya dilakukan dan diselesaikan melalui forum dialog saja. Disamping perlu adanya program-program karitatif juga perlu adanya program-program komprehensif dan simultan dalam rangka menyelesaikan persoalan-persoalan riel diatas.
Ketiga, perlu sistem managemen dan administrasi kerja yang lebih profesional dan sistematis. Maka, realitas ini menuntut sebuah wadah formal yang secara normatif hukum diakui.
Maka, atas dasar kebutuhan di atas, pada tanggal 27 Maret 2001, para tokoh agama mendeklarasikan dibentuknya wadah bersama secara legal-formal yang diberi nama; Yayasan Forum Lintas Agama (FLA) Jawa Timur.
C. Visi
Terciptanya tata kehidupan masyarakat yang harmonis, rukun, damai dalam iklim kebersamaan dan keberagaman antar suku, agama dan ras di jawa Timur.
D. Misi
E. Sumber Dana
Funding resources yang selama ini mensupport program-program FLA dapat dikatagorikan dalam (1) Funding lokal (Bakesbang, Biro Kesra Pemprov. Jawa Timur) dan (2) Funding Internasional (Catholic Relief Service/CRS, Yayasan TIFA, Common Ground/CGI, dan Patnership for Government Reform).
F. Program-Program Strategis Yayasan FLA
Program-program Yayasan FLA Jawa Timur adalah sebagai berikut :
G. Divisi-Divisi
Untuk menjalankan programnya maka FLA Jawa Timur membentuk devisi-devisi tertentu. Devisi-devisi yang dimaksud adalah:
H. Susunan Pengurus
Dewan Board
Koordinator : Drs. Ali Maschan Moesa, Msi
Anggota : Romo Eko Budi Susilo, Pr. Pdt. Simon Filantropa. Reno Halsamer. Liem Oe Yen, Bingki Irawan, Irwan Pontoh. I Wayan Suwarna. Gatot S. Santoso. Basuki
Dewan Eksekutif
Direktur : Drs. A. Rubaidi, MA
Wadir : Mashuri
Keuangan : Ely Rosidah, MPd
Divisi-divisi
Capacity Building : Yeni Lutfiana, Msi
Peace Building : Tri Pitono Adiprabowo, SE
Advokasi : Mohammad Sholeh, SH
Gender : Amin Hasan, S.Pd.
Data & Informasi : Ali Maskyur, S.Pd.
Eksistensi Yayasan Forum Lintas Agama (FLA) Jawa Timur dilahirkan dari konstruksi sosial-budaya-keagamaan yang cukup panjang. Walaupun secara de jure, usia Yayasan FLA Jawa Timur memang relatif muda (2001), Tetapi secara de facto, Yayasan FLA telah ada cukup lama. Tepatnya pasca tragedi Situbondo (1996).
Pada saat itu terjadi konflik horisontal antar umat beragama yaitu Islam dan Kristen. Dalam tragedi itu tercatat setidaknya 8 gereja terbakar, dan seorang pendeta beserta keluarganya meninggal dunia setelah sekelompok massa membakar tempat tinggalnya. Dipicu dari konflik tersebut, maka dengan cepat konflik merembet ke berbagai daerah di sekitarnya.
Tragedi kemanusiaan itu menjadi dasar dan inisiatif berkumpulnya beberapa tokoh agama untuk menyelesaikanya. Pertemuan ‘mencari jalan keluar’ yang diprakarsai oleh Ketua PWNU Jawa Timur, KH Hasyim Muzadi (Saat ini Ketua PBNU) tersebut dihadiri oleh tokoh-tokoh agama dari GKJW, GKI, Keuskupan Surabaya, Hindu dan masih banyak lagi. Berkat kerjasama berbagai pihak beberapa saat kemudian konflik tersebut mereda.
Secara tidak langsung konflik Situbondo tersebut membawa hikmah tersendiri bagi bertemunya berbagai tokoh agama sekaligus menjadi embrio lahirnya Yayasan Forum Lintas Agama Jawa Timur (YFLA).
B. Lahirnya Yayasan FLA Jawa Timur
Mengapa akhirnya Forum Dialog ini dilembagakan?. Diantara alasan-alasan mendasar kebutuhan pelembagaan, adalah:
Pertama, secara umum, para tokoh agama di Jawa Timur telah berhasil mengembangkan budaya dialog agama-agama yang belum pernah ada sebelumnya. Model forum-dialog yang telah berjalan memang telah relatif mapan. Namun, budaya dialog agama-agama seharusnya tidak hanya terbatas pada tingkat elite saja. Justru, yang lebih penting adalah, bagaimana mentransformasikan budaya dialog ini di tingkat akar rumput. Sebab, dalam banyak kasus, konflik politik sering kali muncul dengan menggunakan sentimen agama. Ujung-ujungnya, sebagai trigger-of-nya adalah kelompok grass-root tadi. Untuk ini diperlukan kelembagaan dan tim yang kuat.
Kedua, Persoalan kesenjangan sosial, ekonomi, budaya, politik dan lainnya, tidak cukup hanya dilakukan dan diselesaikan melalui forum dialog saja. Disamping perlu adanya program-program karitatif juga perlu adanya program-program komprehensif dan simultan dalam rangka menyelesaikan persoalan-persoalan riel diatas.
Ketiga, perlu sistem managemen dan administrasi kerja yang lebih profesional dan sistematis. Maka, realitas ini menuntut sebuah wadah formal yang secara normatif hukum diakui.
Maka, atas dasar kebutuhan di atas, pada tanggal 27 Maret 2001, para tokoh agama mendeklarasikan dibentuknya wadah bersama secara legal-formal yang diberi nama; Yayasan Forum Lintas Agama (FLA) Jawa Timur.
C. Visi
Terciptanya tata kehidupan masyarakat yang harmonis, rukun, damai dalam iklim kebersamaan dan keberagaman antar suku, agama dan ras di jawa Timur.
D. Misi
- Meningkatkan kesadaran masyarakat menuju relasi yang penuh kebersamaan dan keragaman antar suku, agama dan ras di Jawa Timur melalui pendidikan dan penguatan masyarakat berbasis agama.
- Memperkuat organisasi-organisasi interfaith dan kelompok-kelompok agamawan strategis dalam memperjuangkan keharmonisan dalam iklim kebersamaan dan keberagaman antar suku, agama dan ras di Jawa Timur
- Melakukan kajian dan pemberdayaan di bidang pluralisme agama, suku dan ras di Jawa Timur.
- Mengembangkan jaringan antar LSM-LSM interfaith di Jawa Timur dalam rangka penyebaran informasi tentang kemajemukan (pluralisme) di Jawa Timur
E. Sumber Dana
Funding resources yang selama ini mensupport program-program FLA dapat dikatagorikan dalam (1) Funding lokal (Bakesbang, Biro Kesra Pemprov. Jawa Timur) dan (2) Funding Internasional (Catholic Relief Service/CRS, Yayasan TIFA, Common Ground/CGI, dan Patnership for Government Reform).
F. Program-Program Strategis Yayasan FLA
Program-program Yayasan FLA Jawa Timur adalah sebagai berikut :
- Program Peacebuilding, program Peace building (PB) berkonsentrasi pada pengembangan konsep dan kerja-kerja perdamaian, khususnya perdamaian berbasis local community. Program peace building ini menggunakan pendekatan issue-issue, kebutuhan, sumber daya, dan kearifan lokal (komunitas), seperti pertanian, ekologi, dan dinamika sosial yang berkembang di masyarakat.
- Program Capacity Building (CB), program Capacity Building (CB) ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas lembaga dalam melaksanakan program-program pelayanan kepada masyarakat sesuai basis isu masing-masing. Meliputi peningkatan managemen lembaga, peningkatan kemandirian lembaga, dan pengelolaan keuangan lembaga.
- Program Diseminasi Pluralisme, program diseminasi pluralisme ini diupayakan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai nilai pluralisme. Strategi yang diambil untuk melaksanakan ini mengadakan seminar, lokakarya dan pelatihan serta mengiapayakan adanya media khusus yang fokus pada persoalan pluralisme.
- Program Pendidikan Multikultural, program pendidikan multikulturalisme difokuskan pada upaya peningkatan pemahaman masyarakat mengenai keberagaman yang ada di masyarakat. Program ini direalisasikan melalui kegiatan-kegiatan melalui lembaga pendidikan formal, informal, dan nor formal. Selain itu juga memberikan ketrampilan khusus bagi para tokoh simpul masyarakat yang ada di Jawa Timur.
- Program Penguatan Kesetaraan Gender Berbasis Agama, program ini bertujuan untuk ikut serta membongkar bias pemahaman mengenai hubunga laki-laki dan perempuan yang ada di masyarakat berbasis agama. Bentuk kegiatan yang diupayakan adalah, penelitian teks agama dan persepsi masyarakat, lokakarya dan penerbitan buku-buku gender berbasis agama.
- Program Advokasi, program Advokasi secara umum berkonsentrasi pada dua hal, yakni (1) advokasi yang bersifat kasuistik temporer dan (2) Advokasi kasus permanen. Setiap saat Devisi Advokasi melakukan advokasi kasus-kasus yang setiap saat muncul terkait dengan diskriminasi agama. Namun saat ini menetapkan advokasi pada kasus diskriminasi kebijakan atas hak warga dalam kebebasan beragama.
G. Divisi-Divisi
Untuk menjalankan programnya maka FLA Jawa Timur membentuk devisi-devisi tertentu. Devisi-devisi yang dimaksud adalah:
- Divisi Capacity Building
- Divisi Peace Building
- Divisi Advokasi
- Divisi Kesetaraan Gender
- Divisi Data dan Informasi
H. Susunan Pengurus
Dewan Board
Koordinator : Drs. Ali Maschan Moesa, Msi
Anggota : Romo Eko Budi Susilo, Pr. Pdt. Simon Filantropa. Reno Halsamer. Liem Oe Yen, Bingki Irawan, Irwan Pontoh. I Wayan Suwarna. Gatot S. Santoso. Basuki
Dewan Eksekutif
Direktur : Drs. A. Rubaidi, MA
Wadir : Mashuri
Keuangan : Ely Rosidah, MPd
Divisi-divisi
Capacity Building : Yeni Lutfiana, Msi
Peace Building : Tri Pitono Adiprabowo, SE
Advokasi : Mohammad Sholeh, SH
Gender : Amin Hasan, S.Pd.
Data & Informasi : Ali Maskyur, S.Pd.